Monday, December 28, 2015

TEGUH SANTOSA: INK-MAN MARVEL DARI GONDANG LEGI



TEGUH  Santosa masuk daftar komikus kelas A di zamannya. Nama pria yang hanya berpendidikan SMA ini sejajar dengan Ganes TH, Jan Mintaraga, Djair, atau Hasmi dan Wid NS yang merajai jagat superhero lokal. Goresan Teguh begitu khas, penuh blocking namun bukan berarti dia malas membuat detail. Bila diperlukan dia juga bisa menampilkan objek secara rinci dan halus, dengan style dekoratif yang kental.
Dari sisi cerita, karya-karya Teguh banyak kemiripan dengan Jan Mintaraga. Banyak sekali gubahan Teguh yang beraroma mistis. Ramuan ceritanya sering bersentuhan dengan dunia siluman. Jangan heran bila menemukan tokoh naga—ini pun sudah termasuk mahkluk fiktif nan mistis—yang bisa tata jalma. Itulah Teguh.
Tak seperti komikus silat lainnya, karya Teguh pernah melesat jauh melampaui zamannya. Misalnya dalam Pendekar Pilihan Dewa yang dicetak tahun 1979, Teguh menceritakan tokoh Rahwaja. Laki-laki yang dikira gila oleh warga desa ini ternyata reinkarnasi seorang teknokrat ulung dari planet lain. Belakangan, lewat bantuan robot yang dikirim dari planet asalnya, Rahwaja pun sadar siapa dirinya. 

Beberapa komik karya Teguh Santosa yang banyak diburu kolektor.
Siapa Teguh Santosa? Sebuah masa ketika ketoprak tobong berjaya di Tanah Air. Di Malang, Jawa Timur, berdiri kelompok ketoprak Krido Sworo yang dimiliki pasangan suami istri Soemarmo Adji dan Lasiyem. Ketoprak yang mulai muncul pada masa penjajahan ini berpentas dari satu kota ke kota lain di seantero Jawa Timur. Krido Sworo mengembara ke berbagai kota, berpentas untuk menghibur masyarakat.
Soemarmo Adji juga berperan sebagai pelukis panggung ketoprak, sedangkan Lasiyem adalah artis yang andal. Soemarmo juga menggarap tata artistik panggung. Dari buah cinta Soemarmo dan Lasiyem, pada tanggal 1 Februari 1942, lahir bayi tampan di Desa Gondang Legi, Malang. Bayi itu dinamai Teguh Santosa.
Masa kecil Teguh hingga remajanya dihabiskan dari tobong ke tobong. Ia ikut orangtuanya berkelana. Dunia tobong menjadi dunia Teguh. Ia tidur, bergaul, dan beraktivitas dengan seniman ketoprak. Dunia seni menjadi bagian dari kehidupan Teguh. Ibarat pepatah buah apel jatuh tak jauh dari pohonnya, bakat seni Soemarmo menurun pada Teguh.
Sejak kecil, Teguh sudah belajar melukis dari sang ayah. Ketekunan Teguh membuatnya dengan cepat mewarisi kehebatan Soemarmo. Di masa remajanya, Teguh pun turun tangan membantu sang ayah membuat set dekor panggung ketoprak. Bahkan, untuk ukuran kreativitas, ia sudah mampu menjadi rival ayahnya.
Persentuhan Teguh dengan dunia ketoprak terus berlanjut, meski Krido Sworo bubar. Selanjutnya, Soemarmo Adji bergabung dengan Siswo Budoyo pimpinan Siswondo. Soemarmo menjadi staf artistik Siswo Budoyo. Kelak, Siswo Budoyo menjelma menjadi kelompok ketoprak terdepan di zamannya. Teguh pun membantu artistik Siswo Budoyo. Latar belakang persentuhannya dengan seni tradisional ini, ikut mewarnai perjalanan Teguh sebagai komikus andal di masanya.
Selain terlibat dalam ketoprak, Teguh juga sudah menunjukkan minatnya di bidang ilustrasi. Semasa SMP, ia melihat karya ilustrasi di majalah Terang Bulan. Karya ilustrasinya pun sanggup menembus berbagai majalah seperti Gelora, Si Kuncung, dan Pos Minggu. Melangkah ke masa SMA, Teguh pernah menjajakan amplop bergambar karyanya di pinggir jalan. Goresan Teguh ini ternyata lumayan diminati.

Terasah di Jogjakarta
Bakat Teguh Santosa kian terasah setelah ia mengembara ke Jogjakarta dan berkenalan dengan seniman-seniman top masa itu. Teguh menapakkan kakinya ke Jogja selepas SMA. Ia bergabung dengan Sanggar Bambu. Kemampuan melukis Teguh semakin mumpuni. Di sinilah ia berguru pada Kentardjo, Soenarto PR, dan sastrawan kenamaan Kirdjomulyo. Kentardjo dikenal sebagai ilustrator cerita silat Jawa karya SH Mintardja.
Di Jogja pula Teguh berkenalan dengan dramawan sekaligus penyair kenamaan Si Burung Merak, WS Rendra. Bahkan, Teguh pernah menggarap artistik dalam sebuah pementasan Rendra. Selain itu, aktivitas lain Teguh adalah membuat poster dan baliho-baliho. Sempat tebersit keinginan menekuni jalur lukis dengan menjadi seorang pelukis profesional.
Namun, ia merasa sudah banyak yang menekuni jalur ini. Akhirnya, ia mantap menekuni dunia ilustrasi. Ia sempat bikin ilustrasi beberapa buku. Karya ilustrasinya berupa cergam terwujud ketika ia mengomikkan naskah karya Basuki Rahmat berjudul Ki Danurekso dan Pusaka Sunan Giri.
Proses berikutnya, Teguh mantap menapak karir menjadi cergamis. Salah satu cergam di awal kariernya berjudul Lewat Jam 12 Malam. Berbagai komik bertema perjuangan menjadi fokus perhatian Teguh. Berbagai judul ia garap seperti Sebuah Tebusan Dosa, Mutiara, Tambusa. Karya cergamnya yang kemudian banyak dikenang penggemarnya adalah trilogi Sandhora. Selanjutnya, Teguh menitikberatkan lakon cergamnya dalam jagat siluman yang memunculkan cergam mistik, baik mistik realis maupun surealis.
Ketika menjadi cergamis inilah, salah satu referensi Teguh ketika berkarya adalah seni ketoprak. Selain itu, ia juga sering mendapat ide dari film yang ditontonnya di gedung bioskop. Ia memang sangat getol nonton film. Salah satu film favoritnya adalah James Bond. Bahkan, ia pengagum berat tokoh rekaan Ian Fleming itu. Begitu getolnya nonton film, Teguh yang kemudian tinggal di Malang, bisa nonton di tiga gedung bioskop dalam sehari. Selepas mengembara dari Jogja, Teguh memang pulang ke tanah asal di Malang.
Jalan Anjamoro nomor 10, Kepanjen, terletak belasan kilometer dari Kota Malang. Di rumah warisan orangtua inilah Teguh melewati hari-harinya bersama istri tercinta, Suciati. Mereka dikaruniai empat anak. Teguh mantap menghidupi keluarganya dengan total membuat cergam. Periode tahun 70-an yang merupakan era kejayaan cergam nasional, juga menjadi masa kejayaan dalam hidup Teguh.


Teguh Santosa sedang menggarap komik di rumahnya. (arsipkomik.com)
 Sebagai cergamis papan atas, Teguh termasuk deretan cergamis laris. Pernah dalam satu kurun waktu, ia menggarap beberapa judul cergam permintaan beberapa penerbit sekaligus. Antara lain Pancar Kumala, Sastra Kumala, Maranatha. Begitu larisnya, dari hasil ngomik, semua kebutuhan keluarga tercukupi. Rumah orangtua yang semula reot berdinding anyaman bambu, sanggup ia bangun menjadi rumah berdinding tembok yang bagus.
Puncak karier Teguh terjadi ketika dia direkrut oleh Marvel Comics di New York, Amerika Serikat, sebagai ink-man. Dia punya andil menyelesaikan komik serial Conan, Alibaba, dan Piranha, yang semuanya digarap di dapur Gauntlet Comics di Kanada.Bisa jadi, Teguh adalah komikus Indonesia pertama dan satu-satunya yang mendapat pengalaman internasional pada waktu itu.
Teguh terus berkarya sampai kanker ganas menyerang tangannya. Komikus yang dijuluki King of Darkness yang berarti Raja Kegelapan—karena menyukai block-block warna gelap—itu  meninggal dunia pada dini hari 25 Oktober 2000. Kini dia berbaring tenang di dekat pusara sang ibunda di lereng pegunungan Tengger, Desa Nongkojajar, Jawa Timur. (diolah dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment