TEGUH Santosa masuk daftar komikus kelas A di
zamannya. Nama pria yang hanya berpendidikan SMA ini sejajar dengan Ganes TH,
Jan Mintaraga, Djair, atau Hasmi dan Wid NS yang merajai jagat superhero lokal.
Goresan Teguh begitu khas, penuh blocking namun bukan berarti dia malas membuat
detail. Bila diperlukan dia juga bisa menampilkan objek secara rinci dan halus,
dengan style dekoratif yang kental.
Dari sisi cerita, karya-karya Teguh banyak
kemiripan dengan Jan Mintaraga. Banyak sekali gubahan Teguh yang beraroma
mistis. Ramuan ceritanya sering bersentuhan dengan dunia siluman. Jangan heran
bila menemukan tokoh naga—ini pun sudah termasuk mahkluk fiktif nan mistis—yang
bisa tata jalma. Itulah Teguh.
Tak seperti komikus silat lainnya, karya
Teguh pernah melesat jauh melampaui zamannya. Misalnya dalam Pendekar Pilihan
Dewa yang dicetak tahun 1979, Teguh menceritakan tokoh Rahwaja. Laki-laki yang
dikira gila oleh warga desa ini ternyata reinkarnasi seorang teknokrat ulung
dari planet lain. Belakangan, lewat bantuan robot yang dikirim dari planet
asalnya, Rahwaja pun sadar siapa dirinya.
Beberapa komik karya Teguh Santosa yang banyak diburu kolektor. |
Siapa Teguh Santosa? Sebuah masa ketika
ketoprak tobong berjaya di Tanah Air. Di Malang, Jawa Timur, berdiri kelompok ketoprak
Krido Sworo yang dimiliki pasangan suami istri Soemarmo Adji dan Lasiyem.
Ketoprak yang mulai muncul pada masa penjajahan ini berpentas dari satu kota ke
kota lain di seantero Jawa Timur. Krido Sworo mengembara ke berbagai kota,
berpentas untuk menghibur masyarakat.
Soemarmo Adji juga berperan sebagai pelukis
panggung ketoprak, sedangkan Lasiyem adalah artis yang andal. Soemarmo juga
menggarap tata artistik panggung. Dari buah cinta Soemarmo dan Lasiyem, pada
tanggal 1 Februari 1942, lahir bayi tampan di Desa Gondang Legi, Malang. Bayi
itu dinamai Teguh Santosa.
Masa kecil Teguh hingga remajanya
dihabiskan dari tobong ke tobong. Ia ikut orangtuanya berkelana. Dunia tobong
menjadi dunia Teguh. Ia tidur, bergaul, dan beraktivitas dengan seniman ketoprak.
Dunia seni menjadi bagian dari kehidupan Teguh. Ibarat pepatah buah apel jatuh
tak jauh dari pohonnya, bakat seni Soemarmo menurun pada Teguh.
Sejak kecil, Teguh sudah belajar melukis
dari sang ayah. Ketekunan Teguh membuatnya dengan cepat mewarisi kehebatan
Soemarmo. Di masa remajanya, Teguh pun turun tangan membantu sang ayah membuat
set dekor panggung ketoprak. Bahkan, untuk ukuran kreativitas, ia sudah mampu
menjadi rival ayahnya.
Persentuhan Teguh dengan dunia ketoprak
terus berlanjut, meski Krido Sworo bubar. Selanjutnya, Soemarmo Adji bergabung
dengan Siswo Budoyo pimpinan Siswondo. Soemarmo menjadi staf artistik Siswo
Budoyo. Kelak, Siswo Budoyo menjelma menjadi kelompok ketoprak terdepan di
zamannya. Teguh pun membantu artistik Siswo Budoyo. Latar belakang
persentuhannya dengan seni tradisional ini, ikut mewarnai perjalanan Teguh
sebagai komikus andal di masanya.
Selain terlibat dalam ketoprak, Teguh juga
sudah menunjukkan minatnya di bidang ilustrasi. Semasa SMP, ia melihat karya
ilustrasi di majalah Terang Bulan. Karya ilustrasinya pun sanggup menembus
berbagai majalah seperti Gelora, Si Kuncung, dan Pos Minggu. Melangkah ke masa
SMA, Teguh pernah menjajakan amplop bergambar karyanya di pinggir jalan.
Goresan Teguh ini ternyata lumayan diminati.
Terasah
di Jogjakarta
Bakat Teguh Santosa kian terasah setelah ia
mengembara ke Jogjakarta dan berkenalan dengan seniman-seniman top masa itu.
Teguh menapakkan kakinya ke Jogja selepas SMA. Ia bergabung dengan Sanggar
Bambu. Kemampuan melukis Teguh semakin mumpuni. Di sinilah ia berguru pada
Kentardjo, Soenarto PR, dan sastrawan kenamaan Kirdjomulyo. Kentardjo dikenal
sebagai ilustrator cerita silat Jawa karya SH Mintardja.
Di Jogja pula Teguh berkenalan dengan
dramawan sekaligus penyair kenamaan Si Burung Merak, WS Rendra. Bahkan, Teguh
pernah menggarap artistik dalam sebuah pementasan Rendra. Selain itu, aktivitas
lain Teguh adalah membuat poster dan baliho-baliho. Sempat tebersit keinginan
menekuni jalur lukis dengan menjadi seorang pelukis profesional.
Namun, ia merasa sudah banyak yang menekuni
jalur ini. Akhirnya, ia mantap menekuni dunia ilustrasi. Ia sempat bikin
ilustrasi beberapa buku. Karya ilustrasinya berupa cergam terwujud ketika ia
mengomikkan naskah karya Basuki Rahmat berjudul Ki Danurekso dan Pusaka Sunan
Giri.
Proses berikutnya, Teguh mantap menapak
karir menjadi cergamis. Salah satu cergam di awal kariernya berjudul Lewat Jam
12 Malam. Berbagai komik bertema perjuangan menjadi fokus perhatian Teguh.
Berbagai judul ia garap seperti Sebuah Tebusan Dosa, Mutiara, Tambusa. Karya
cergamnya yang kemudian banyak dikenang penggemarnya adalah trilogi Sandhora.
Selanjutnya, Teguh menitikberatkan lakon cergamnya dalam jagat siluman yang
memunculkan cergam mistik, baik mistik realis maupun surealis.
Ketika menjadi cergamis inilah, salah satu
referensi Teguh ketika berkarya adalah seni ketoprak. Selain itu, ia juga
sering mendapat ide dari film yang ditontonnya di gedung bioskop. Ia memang
sangat getol nonton film. Salah satu film favoritnya adalah James Bond. Bahkan,
ia pengagum berat tokoh rekaan Ian Fleming itu. Begitu getolnya nonton film,
Teguh yang kemudian tinggal di Malang, bisa nonton di tiga gedung bioskop dalam
sehari. Selepas mengembara dari Jogja, Teguh memang pulang ke tanah asal di
Malang.
Jalan Anjamoro nomor 10, Kepanjen, terletak
belasan kilometer dari Kota Malang. Di rumah warisan orangtua inilah Teguh
melewati hari-harinya bersama istri tercinta, Suciati. Mereka dikaruniai empat
anak. Teguh mantap menghidupi keluarganya dengan total membuat cergam. Periode
tahun 70-an yang merupakan era kejayaan cergam nasional, juga menjadi masa
kejayaan dalam hidup Teguh.
Teguh Santosa sedang menggarap komik di rumahnya. (arsipkomik.com) |
Sebagai cergamis papan atas, Teguh termasuk
deretan cergamis laris. Pernah dalam satu kurun waktu, ia menggarap beberapa
judul cergam permintaan beberapa penerbit sekaligus. Antara lain Pancar Kumala,
Sastra Kumala, Maranatha. Begitu larisnya, dari hasil ngomik, semua kebutuhan keluarga
tercukupi. Rumah orangtua yang semula reot berdinding anyaman bambu, sanggup ia
bangun menjadi rumah berdinding tembok yang bagus.
Puncak karier Teguh terjadi ketika dia
direkrut oleh Marvel Comics di New York, Amerika Serikat, sebagai ink-man. Dia punya andil menyelesaikan
komik serial Conan, Alibaba, dan Piranha, yang semuanya digarap di dapur
Gauntlet Comics di Kanada.Bisa jadi, Teguh adalah komikus Indonesia pertama dan
satu-satunya yang mendapat pengalaman internasional pada waktu itu.
Teguh terus berkarya sampai kanker ganas
menyerang tangannya. Komikus yang dijuluki King of Darkness yang berarti Raja
Kegelapan—karena menyukai block-block warna gelap—itu meninggal dunia pada dini hari 25 Oktober
2000. Kini dia berbaring tenang di dekat pusara sang ibunda di lereng
pegunungan Tengger, Desa Nongkojajar, Jawa Timur. (diolah dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment