SIAPA tak kenal
Wid NS? Penggemar komik Indonesia pasti tahu lelaki kelahiran Jogjakarta, 22
November 1938, itu adalah kreator Godam, superhero lokal yang tenar di tahun
1969 sampai awal 80-an. Godam menjadi idola remaja masa itu yang menjadikan
taman bacaan sebagai salah satu pilihan utama untuk mencari hiburan---selain
televisi yang hanya menyediakan channel TVRI. Ketika komik silat, superhero
maupun roman percintaan berjaya di era 70-an, mereka yang tak rajin ke taman
bacaan bisa dituding kurang gaul.
Seperti halnya Wid
NS, nama Hasmi pun tak kurang tenar. Harya Suraminata, begitu nama lengkapnya,
dikenal sebagai 'bapak'-nya Gundala Putera Petir. Belasan tahun Gundala malang
melintang memberangus kejahatan berbekal ilmu lari secepat kilat dan kemampuan
mengeluarkan petir dari kedua tangannya. Tahun 1982 kisah Gundala diangkat ke layar
lebar dengan pelakon utama Teddy Purba. Kini, 32 tahun kemudian, Gundala
bersiap kembali menyapa penggemarnya lewat film yang disutradarai Hanung
Bramantyo.
Hasmi di depan lukisan Gundala di Graha Pena, Surabaya. Sumber: JPNN |
Wid NS dan Hasmi
adalah sahabat dekat. Mereka sering saling meminjamkan karakter superhero
dalam komik garapan masing-masing. Tak aneh bila Gundala dan Godam kerap
berkolaborasi dalam menumpas kejahatan. Satu waktu Wid NS meminjam Gundala,
kali lain gantian Hasmi yang minta bantuan jasa Godam. Bila kolaborasi Godam
dan Gundala sudah jamak, tak demikian halnya dengan Wid NS dan Hasmi.
Meski sehari-hari
berkarya bersama di Studio Savicap, Jogjakarta, namun kedua
maestro itu
terbilang jarang menggarap satu judul cerita bareng-bareng. Dan, salah satu
momen langka itu adalah kala keduanya mendapat order mengerjakan komik Merebut
Kota Perjuangan. Cergam full color yang diterbitkan Yayasan Sinar Asih Mataram
cabang Jakarta, tahun 1984, itu bertutur tentang serangan umum 1 Maret 1949 di
Jogjakarta dengan tokoh utama Soeharto.
Kisah serangan
umum 1 Maret 1949 pada akhirnya membuka mata dunia bahwa TNI masih utuh.
Terbukti, bersama-sama dengan rakyat, TNI mampu menduduki Jogjakarnya yang
sebelumnya dikuasai tentara Belanda selama enam jam. Wid NS, yang bertindak
sebagai sketser dan finisher, berbagi tugas dengan Hasmi selaku inker komik
Merebut Kota Perjuangan. Dua nama itu sudah jadi jaminan betapa indah gambar
yang dihasilkan.
Belum lagi
masuknya nama Djoni Andrean dan Hasyim Katamsi. Djoni adalah pencipta Lamaut
(Labah-Labah Maut), jagoan lokal yang penampakannya mirip-mirip Spiderman.
Meski tak sepopuler Godam maupun Gundala, nama Lamaut tak asing lagi bagi
langganan persewaan komik di awal 80-an.
Kelebihan Djoni
terletak pada arsir ilustrasinya yang begitu halus serta hidup, terutama ketika
menggambar lekukan kain. Ini yang membuatnya sering terima pesanan membuat
ilustrasi sampul depan dari penerbit, entah untuk komik silat, superhero
ataupun dongeng anak-anak. Sedangkan Hasyim Katamsi bisa dikenali dari
keberaniannya melumurkan warna-warna tegas.
Wid NS. Sumber: Wikipedia |
Pendek kata, di
tangan komikus-komikus andal itu, Merebut Kota Perjuangan menjelma jadi komik
berkualitas, indah, dan (kini) langka. Tak mungkin diulang karena Wid NS telah
berpulang di Jogjakarta, 26 Desember 2003, dalam usia 65 tahun. Sementara
Hasmi, setelah terserang diabetes dan usia yang kian sepuh, tak seproduktif
dulu lagi.
Merebut Kota
Perjuangan menjadi makin spesial karena memuat sambutan (mantan) Presiden Soeharo
dalam tulisan tangan, Sultan Hamengkubuwono IX, juga Walikota Jogjakarta
periode 1947-1966, KPH MR Soedarisman Poerwokoesoemo. "Cergam tersebut
bukan bermaksud menonjolkan jasa seorang atau golongan, melainkan bertujuan
mengungkapkan fakta sejarah. Bahwa Republik Proklamasi ini diperjuangkan dengan
penuh kepahlawanan dan pengorbanan," tulis Pak Harto dalam komik yang juga
menghadirkan Jenderal Soedirman serta Bung Karno itu. (Sumarlin, 28 Nov
2014)
No comments:
Post a Comment