Monday, December 28, 2015

DUA MAESTRO TERLIBAT SERANGAN UMUM 11 MARET



SIAPA tak kenal Wid NS? Penggemar komik Indonesia pasti tahu lelaki kelahiran Jogjakarta, 22 November 1938, itu adalah kreator Godam, superhero lokal yang tenar di tahun 1969 sampai awal 80-an. Godam menjadi idola remaja masa itu yang menjadikan taman bacaan sebagai salah satu pilihan utama untuk mencari hiburan---selain televisi yang hanya menyediakan channel TVRI. Ketika komik silat, superhero maupun roman percintaan berjaya di era 70-an, mereka yang tak rajin ke taman bacaan bisa dituding kurang gaul.
Seperti halnya Wid NS, nama Hasmi pun tak kurang tenar. Harya Suraminata, begitu nama lengkapnya, dikenal sebagai 'bapak'-nya Gundala Putera Petir. Belasan tahun Gundala malang melintang memberangus kejahatan berbekal ilmu lari secepat kilat dan kemampuan mengeluarkan petir dari kedua tangannya. Tahun 1982 kisah Gundala diangkat ke layar lebar dengan pelakon utama Teddy Purba. Kini, 32 tahun kemudian, Gundala bersiap kembali menyapa penggemarnya lewat film yang disutradarai Hanung Bramantyo. 

Hasmi di depan lukisan Gundala di Graha Pena, Surabaya. Sumber: JPNN


 Wid NS dan Hasmi adalah sahabat dekat. Mereka sering saling meminjamkan karakter superhero dalam komik garapan masing-masing. Tak aneh bila Gundala dan Godam kerap berkolaborasi dalam menumpas kejahatan. Satu waktu Wid NS meminjam Gundala, kali lain gantian Hasmi yang minta bantuan jasa Godam. Bila kolaborasi Godam dan Gundala sudah jamak, tak demikian halnya dengan Wid NS dan Hasmi.
Meski sehari-hari berkarya bersama di Studio Savicap, Jogjakarta, namun kedua
maestro itu terbilang jarang menggarap satu judul cerita bareng-bareng. Dan, salah satu momen langka itu adalah kala keduanya mendapat order mengerjakan komik Merebut Kota Perjuangan. Cergam full color yang diterbitkan Yayasan Sinar Asih Mataram cabang Jakarta, tahun 1984, itu bertutur tentang serangan umum 1 Maret 1949 di Jogjakarta dengan tokoh utama Soeharto.
Kisah serangan umum 1 Maret 1949 pada akhirnya membuka mata dunia bahwa TNI masih utuh. Terbukti, bersama-sama dengan rakyat, TNI mampu menduduki Jogjakarnya yang sebelumnya dikuasai tentara Belanda selama enam jam. Wid NS, yang bertindak sebagai sketser dan finisher, berbagi tugas dengan Hasmi selaku inker komik Merebut Kota Perjuangan. Dua nama itu sudah jadi jaminan betapa indah gambar yang dihasilkan.
Belum lagi masuknya nama Djoni Andrean dan Hasyim Katamsi. Djoni adalah pencipta Lamaut (Labah-Labah Maut), jagoan lokal yang penampakannya mirip-mirip Spiderman. Meski tak sepopuler Godam maupun Gundala, nama Lamaut tak asing lagi bagi langganan persewaan komik di awal 80-an.
Kelebihan Djoni terletak pada arsir ilustrasinya yang begitu halus serta hidup, terutama ketika menggambar lekukan kain. Ini yang membuatnya sering terima pesanan membuat ilustrasi sampul depan dari penerbit, entah untuk komik silat, superhero ataupun dongeng anak-anak. Sedangkan Hasyim Katamsi bisa dikenali dari keberaniannya melumurkan warna-warna tegas. 

Wid NS. Sumber: Wikipedia


Pendek kata, di tangan komikus-komikus andal itu, Merebut Kota Perjuangan menjelma jadi komik berkualitas, indah, dan (kini) langka. Tak mungkin diulang karena Wid NS telah berpulang di Jogjakarta, 26 Desember 2003, dalam usia 65 tahun. Sementara Hasmi, setelah terserang diabetes dan usia yang kian sepuh, tak seproduktif dulu lagi. 
Merebut Kota Perjuangan menjadi makin spesial karena memuat sambutan (mantan) Presiden Soeharo dalam tulisan tangan, Sultan Hamengkubuwono IX, juga  Walikota Jogjakarta periode 1947-1966, KPH MR Soedarisman Poerwokoesoemo. "Cergam tersebut bukan bermaksud menonjolkan jasa seorang atau golongan, melainkan bertujuan mengungkapkan fakta sejarah. Bahwa Republik Proklamasi ini diperjuangkan dengan penuh kepahlawanan dan pengorbanan," tulis Pak Harto dalam komik yang juga menghadirkan Jenderal Soedirman serta Bung Karno itu. (Sumarlin, 28 Nov 2014)


No comments:

Post a Comment